Jumat, 14 Mei 2010

MANAJEMEN POSISI KAS

Bank Indonesia menghendaki bahwa semua bank senantiasa memiliki tingkat kesehatan yang memadai, diantaranya berbagai macam criteria, ukuran kuantitatif dalam bentuk tingkat likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas mendapatkan perhatian khusus.
Sekalipun jangka panjangnya, rentabilitas yang rendah merupakan ancaman terhadap likuiditas dan solvabilitas untuk masa depanya, namun untuk jangka pendek pemberian prioritas tertinggi pada likuiditas, khususnya dalam bentuk terpenuhinya likuiditas wajib minimum ( LWM ), tidak bisa ditawar – tawar lagi. Dengan ungkapan yang lebih kompak :
LWM = AL/D3 >_0,2 = MCR = minimum cash ratio
AL = AP – (ACPK+ACS+AK+Al) dimana AL = alat atau aktiva likuid D3 = dana/simpangan pihak ketiga
D3 = DG+DD+DT AP = aktiva putar = ACP+ACS+AK+AI
ACPK = aktiva cadangan primer kerja
AK = aktiva kredit/pinjaman nasabah
AI = aktiva investasi
DG = pasiva dan giro
DD = pasiva dana deposito
DT = pasiva dana tabungan
Harus selalu dipenuhi oleh masing – masing bank
Untuk dapat memelihara imbangan yang optimal antara struktur aktiva putar ( AP ) dengan struktur dana pihak ketiga ( D3 ), yaitu yang kita sebut sebagai posisi kas optimal, kita perlu mengetahui karakteristik masing – masing pos pembentuk AP dan D3 tersebut.
Adapun karakteristik urutan peringkat berbagai jenis aktiva putar antara lain :
1) Dari segi likuiditas :
a) ACP ( tertinggi )
b) ACS
c) AI
d) AK ( terendah )
2) Dari segi rentabilitas :
a) AK ( tertinggi )
b) AI
c) ACS
d) ACP ( terendah )
Jika kita lihat dari urutan peringkat berbagai macam dana pihak ketiga antara lain :
 Segi biaya :
a) DG ( terendah )
b) DT
c) DD ( tertinggi )
 Segi keleluasan pemakaian :
a) DD ( terendah )
b) DT
c) DG ( tertinggi )
Dari tabel yang letaknya diatas nampak bahwa antara tingkat likuiditas dengan tingkat rentabilitas terdapat hubungan yang berlawanan dalam arti bahwa semakin tinggi letak peringkat likuiditasnya, maka semakin rendah letak peringkat rentabilitasnya. Dan sebaliknya jika tinggi peringkat rentabilitasnya semakin rendah peringkat likuiditasnya.
Dari tabel yang bawah kolom pertama menunjukkan segi biaya, sedangkan kolom kedua segi derajat keleluasan penggunaanya oleh bank. Dana deposito bisa dimanfaatkan oleh bank dengan harga murah. Bank tidak membayar jasa giro, bahkan mungkin memperoleh penerimaan imbalan biaya administrasi. Selebihnya dari jumlah tersebut baru bank harus membayar jasa giro. Jasa giro ini lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga untuk dana tabungan apalagi dibandingkan dengan suku bunga deposito.
Selain perbedaan karakteristik dalam bentuk tinggi rendahnya biaya, laba yang dihasilkan, likuiditasnya serta luas sempitnya macam penggunaan dana, dalam mengelola posisi kas, pimpinan bank harus waspada akan adanya unsur dinamika perubahan nilai dan komposisi aktiva putar dan pasiva dana simpanan pihak ketiga. Pola perubahan tersebut bisa cukup teratur bisa juga tidak, maka itu tergantung pada pola kegiatan bisnis sebagian besar nasabah bank.
Pola perubahan tersebut bisa kita bedakan kedalam lima macam pola fluktuasi antara lain :
a) Fluktuasi mingguan
b) Fluktuasi musiman
c) Fluktuasi siklis
d) Fluktuasi trend
e) Fluktuasi acak
Semua macam bentuk fluktuasi tersebut dalam melaksanakan pengelolaan posisi kas sangat relevan untuk dipertimbangkan.
Maka dari itu bagaimana cara memperoleh data cara mengolah data tersebut dengan baik, mengingat bahwa misi yang diemban oleh artikel ini sangat terbatas pada penyajian pengetahuan dasar bidang “manajemen perbankan” maka kiranya mudah dipahami dan dimengerti oleh para pembaca, dari uraian kata bahwa mengenai berbagai teknik dan strategi manajemen posisi bank yang lebih memadai dalam arti luas tidak saya sajikan dalam artikel ini.

Sumber :
Pengantar manajemen bank umum; penerbit Universitas Gunadarma

MANAJEMEN CADANGAN SEKUNDER

Kalau kebutuhan akan cadangan primer, baik yang berbentuk cadangan wajib maupun yang berbentuk cadangan kerja, telah seluruhnya terpenuhi, maka bank memikirkan mengenai penggunaan daan dengan prioritas kedua, yaitu cadangan sekunder.
Kalau ditinjau dari keleluasanya idalam menentukan besarnya cadangan, berbeda dengan penentuan besarnya cadangan primer dimana jumlah minimum sebagian ditetapkan berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, maka penentuan besarnya cadangan sekunder sepenuhnya merupakan wewenang dari bank sendiri untuk menentukannya. Dengan perkataan lain masalah cadangan sekunder merupakan masalah “internal” bank.
Berbeda dengan cadangan primer dimana seluruh aktiva yang tercakup sebagai cadangan primer berbentuk uang dan aktiva – aktiva tunai lainya, yang pada azasnya tidak mendatangkan pendapatan bagi bank bersangkutan, untuk cadangan sekunder disamping perlu memeiliki sifat likuiditas yang tinggi, harus pula mendatangkan pendapatan.
Sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi tuntutan likuiditas yang sekaligus diikuti dengan fungsinya sebagai penghasil pendapatan bank, maka berbagai macam instrumen kredit jangka pendek pasar uang yang tepat untuk dipergunakan sebagai cadangan sekunder.
Diantara berbagai macam surat berharga yang memiliki tingkat likuiditas p[aling tinggi ialah surat – surat berharga yang dapat digunakan oleh bank untuk memenfaatkan fasilitas Diskonto I, yaitu :
1) Setifikat Bank Indonesia ( SBI )
2) Surat berharga pasar uang ( SPBU ) yang diendors oleh bank lain
3) Obligasi atau surat berharga pasar modal ( SBPM )
Selain surat – surat berharga tersebut, ada surat – surat berharga lainya yang tingkat likuiditasnya culup tinggi juga, diantaranya adalah :
a) Surat wesel dan surat order dengan dua penanggung jawab atau lebih secara solider dan dengan masa berlaku yang tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan.
b) Surat wesel dan kertas dagang lain yang tidak masa berlakunya tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan baik yang ditarik dengan jaminan surat kredit, maupun dengan jaminan dokumen pengangkutan.
c) Kertas perbendaharaan atas beban Negara
d) Surat hutang dengan pelunasan dalam enam bulan dan lama diskontanya turut bertanggung jawab secara solider.
e) Mandat atau surat perintah membayar atas kas Negara untuk rendemen lelang
Mengenai aktiva –aktiva tersebut IKPI menyebutkan bahwa dalam hubungan tersebut perlu memperhatikan bahwa tugas usaha pokok bank ialah memberikan kredit dan jasa bidang lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, sehingga penanaman dalam bentuk surat – surat berharga hanya dilakukan dalam rangka aktivitas jual beli surat berharga dan dalam rangka penanaman dalam “secondary reserve” . untuk itu maka bank hanya diperkenenkan mendiskonto untuk kemudian melakukan endosemen atas surat – surat berharga yang mudah diuangkan, yaitu wesel yang ditarik terhadap promes yang ditandatangani oleh nasabah yang bonafit, berdasarkan transaksi yang nyata dalam dunia usaha yang tertulis dalam wesel / promes yang bersangkutan dan wesel, promes yang telah di – aval, disanggupi oleh lembaga keuangan bukan bank.
Mengenai besarnya cadangan sekunder yang cukupan, dalam artian optimal, bagi bank yang satu dengan bank yang lain tidak sama. Apa yang dianggap cukup besar bagi bank yang satu, bisa terlalu kecil bagi bank yang lain. Macam bidang bisnis dari kebanyakan nasabah turut menentukan besarnya kebutuhan cadangan sekunder. Bank yang kebanyakan nasabahnya memiliki sifat musiman baik dibidang penerimaan maupun dibidang pengeluaran, cenderung memerlukan cadangan sekunder besar.
Faktor yang dalam praktek menuntut perhatian khusus ialah faktor fluktuasi, baik fluktuasi dalam bentuk kredit maupun fluktuasi dalam bentuk dana tabungan. Macam fluktuasi yang perlu diperhatikan dalam mengukur besarnya kebutuhan cadangan sekunder bank, berturut – turut adalah : fluktuasi musiman, fluktuasi siklikal dan fluktuasi acak atau random.
Disamping itu juga pasang surutnya kegiatan dibidang usaha tertentu yang sifatnya musiman, kegiatan perekonomian mengalami pasang surut juga karena adanya gejala yang disebut gelombang konjungtur, istilah lain untuk “business cyle”. Masa pasang disebut depresi. Untuk satu kali siklus yang merupakan jarak antara berakhirnya resesi yang satu ke saat berakhirnya resesi berikutnya, memekan waktu antara 4 sampai sekitar 16 tahun. Dalam menghadapi fluktuasi siklikal ini bank harus memperhitungkan kemungkinan meningkatnya kebutuhan dana guna meningkatkan kapasitas pemberian kredit pada masa pasang dan meningkatnya kelebihan dana kredit pada masa surut.

CARA MENENTUKAN TINGKAT KESEHATAN BANK

Dalam melakukan penilaian untuk menentukan tingkat kesehatan Bank, Bank Indonesia menetapkan digunakannya kelompok faktor, yaitu:
A.Keadaan keuangan yang terdiri dari:
a)Likuiditas
b)Rentabilitas
c)Solvabilitas
B.Kualitas aktiva yang produktif, yaitu semua aktiva baik dalam rupiah maupun valuta asing yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, antara lain:
a)Pinjaman yang diberikan
b)Wesel dan promes yang dibeli dan didiskonto
c)Efek – efek atau surat – surat berharga lain yang diperjual belikan di bursa
d)Deposito dan sertifikat deposito bank – bank lain
e)Pernyertaan pada perusahaan lain
C.Tata kerja dan kepatuhan terhadap peraturan perbankan, ini terdiri dari :
a)Tata cara perkreditan
b)Aktivitas di bidang devisa
c)Penyampaian laporan berkala
d)Internal control
e)Fasilitas “crosss-clearing”
f)Giro / saldo wajib di bank Indonesia
g)Jaminan bank
h)Ceiling ekspansi aktiva netto/penerimaan dan luar negeri
i)Penutupan rekening nasabah yang menarik check, bilyet atau giro kosong
j)Denda “over draft”
k)Pelanggaran atau penyimpangan lain – lain
Selanjutnya untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat likuiditas sebuah bank, Bnak Indonesia telah mengembangkan konsep likuiditas wajib minimum, yang dalam literature ekonomi moneter sering disebut “legal reserve ratio”.
Dan yang dimaksud dengan likuiditas minimum tersebut adalah perbandingan antara jumlah alat likuid pada satu masa laporan dengan jumlah dana pihak ketiga dalam satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya. Menurut peraturan yang berlaku sekarang tingginya likuiditas wajib minimum dalam rupiah ditetapkan sekurang – kurangnya 2%.
Rumus perhitunganya sebagai berikut :
AL
WM = x 100% = 2%
D3
Keterangan :
LWM : likuiditas wajib minimum
Al : jumlah alat likuid dalam satu masa laporan
D3 : jumlah dana pihak ketiga dalam satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya
Adapaun komponene alat likuid yang dimaksud dalam peraturan tersebut terdiri dari:
a) Uang tunai
b) Saldo giro pada Bank Indonesia
Sedangkan komponen – komponen dana pihak ketiga terdiri atas kewajiban bank kepada pihak ketiga bukan bank dan bukan LKBB berupa:
a)Giro
b)Deposito berjangka
c)Sertifikat deposito
d)Tabungan
e)Kewajiban jangka pendek lainya
Untuk pelangggaran terhadap ketentuan – ketentuan mengenai pemeliharaan likuiditas wajib minimum tersebut, diberikan sanksi – sanksi sebagai berikut :
1)Bank dan LKBB yang melanggar ketentuan mengenai kewajiban likuiditas minimum dikenakan bunga sebesar 3% sebulan, yang dihitung atas dasar kekeurangan jumlah alat likuid yang seharusnya dipelihara dalam satu masa laporan.
2)Kelembatan pembayaran laporan likuiditas berkala ( kepada Bank Indonesia yang wajib bagi semua bank dan LKBB dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp. 1.000.000,-
3)Terhadap bank dan LKBB yang melaporkan angka – angka yang tidak benar dikenakan sangsi kewajiban membayar sebesar 3% sebulan dari jumlah alat likuid yang wajib dipelihara dalam periode laporan.
Selanjutnya menurut ketentuan yang berlaku, tingkatan – tingkatan kesehatan likuiditas bank dibeda – bedakan lagi sebagai berikut :
I.Ditinjau dari segi intensitas pelanggaran ketentuan pemeliharaan likuiditas minimum bank dinilai:
a)Sehat, apabila dalam dua belas bulan ( 1 tahun ) terkahir bank tidak pernah melanggar ketentuan “cash ratio” dalam tiga bulan terakhir tidak terjadi pelanggaran lebih dari 3 kali berturut – turut.
b)Cukup sehat apabila : dalam 12 bulan terkahir melanggar ketentuan “cash ratio” lebih dari pada 6 kali sampai dengan 12 kali atau dalam 3 bulan terakhir melanggar ketentuan “cash ratio” lebih dari pada 3 kali sampai dengan 5 kali berturut – turut.
c)Kurang sehat, apabila : dalam 12 bulan terkahir melanggar ketentuan “ cash ratio” lebih dari pada 12 sampai dengan 24 kali atau dalam 3 bulan terkahir melanggar ketentuan “cash ratio” lebih dari pada 5 kali sampai dengan 9 kali berturut – turut.
d)Tidak sehat, apabila : dalam 12 bulan terkahir melanggar ketentuan “ cash ratio” lebih dari pada 24 kali atau dalam 3 bulan terkahir melanggar ketentuan “ cash ratio” lebih dari 9 kali berturut – turut.
Untuk pelanggaran cash ratio valuta asing dalam menetapkan jumlah kali pelanggaran tersebut diatas dihitung sebagai setengah kali pelanggaran.
Sumber :
Peter S.Rose dan Donal R. Fraser, the management of Bank Funds, McGraw Hill Book Company, Inc., New York 1951

MANAJEMEN BANK DALAM KERANGKA ILMU

Ilmu Pengetahuan Manajemen Bank Umum, seperti yang merupakan bahan kupasan pokok buku ini, dapat dikatakan termasuk dalam lingkup ilmu manajemen perusahaan. Dalam buku yang mereka tulis bersama berjudul Managerial Economics, James L. Pappas, Eugene F. Brigham dan Mark Hirschey, membuat sistematika pengelompokan cabang – cabang ilmu manajemen perusahaan / “ Bussiness Management” sebagai berikut :
a. Functional Area ( Bidang Fungsional ) Mencakup antara lain Akuntansi, Belanja, pemasaran, Personalia, dan produksi.
b. Tool Area ( Bidang Alat ), mencakup antara lain akuntansi, Organisasi, Metode Kuantitatif : Operation Research dan Statistik.
c. Special Area ( bidang – bidang khusus ) yaitu perbankan dan peraturan perusahaan
d. Integrating Courses ( matakuliah terpadu ), mencakup antara lain mata kuliah kebijaksanaan perusahaan dan ekonomika manajerial
Kerangka dasar ilmu manajemen perusahaan tersebut dapat dirinci lebih lanjut. Ambil saja bidang pembelanjaan. Bidang manajemen pembelanjaan biasa dibagi menjadi beberapa sub bidang. Diantaranya adlah : Manajemen modal kerja, Manajemen Investasi, analisis laporan keuangan, anggran keuangan perusahaan, pasr modal, manajemen portofolio dan sebagainya. Contoh lainya adalah pemasaran ( Marketing ) dapat dibagi menjadi perdagangan eceran, perdagangan besar, pemesaran barang – barang manufactur, pemasaran Internasional, Periklanan, Analisis Pasar, Riset Pemasaran, Promosi Penjualan, dan sebagainya.
Untuk ilmu manajemen bidang – bidang khusus, misalnya manajen bank, manajemen transportasi, manajemen hotel dan sebagainya, pembedaan materi bahas yang didasrkan pada pembedaan bidang fungsionalnya kiranya lebih tepat, dan karenanya juga lebih berarti. Dengan dasar pembedaan ini kita menemukan : akuntansi bank, manajemen pemasaran jasa – jasa perbankan, analisis kredit bank, manajemen portofolio Bank, manajemen sumber dana dan sebagainya.
Dengan memperhatikan sistematika pengelompokan ilmu – ilmu manajemen perusahaan seperti diuraikan diatas, timbul pertanyaan: “ Dimanakah letak Ilmu Manajemen Bank dalam kerangka tersebut? Dari bagan pengelompokan seperti diungkapkan diatas bisa disaksikan bahwa manajemen bank tergolong kategori manajemen “ special area” atau ilmu manajemen bidang khusus”.
Cabang – cabang ilmu manajemen perusahaan yang termasuk dalam kelompok pertama, yaitu kelompok “ functional area” berisi di dalamnya prinsip – prinsip dan teori – teori yang sifatnya sangat umum, tidak terikat oleh tempat dan waktu. Sifat seperti itu disebut abstrak universal. Demikian juga ilmu pengetahuan yang termasuk kategori “ tools of analysis” bersifat masih bebas dan belum dikaitkan dengan bidang atau masalah tertentu. Oleh karena bersifat abstrak universal itulah maka prinsip – prinsip tersebut bisa diterapkan untuk semua bidang usaha “ special area”manapun. Hanya saja dalam menggunakan alat analisis, prinsip – prinsip dan teori termaksud harus disesuaikan dengan permasalahannya.
Berbeda dengan cabang – cabang ilmu manajemen perusahaan yang tergolong dalam kelompok pertama dan kedua, yang memulai dari pernyataan – pernyataan yang sifatnya umum, pada umumnya diilkuti denga contoh – contoh penerapanya, maka untuk cabang – cabang ilmu manajemen perusahaan yang tergolong dalam kategori ketiga ( yaitu majajemen dalam bidang tertentu “ special area “) pemfokusan perhatian diarahkan pada bidang usahanya. Bidang usaha yang dimaksud diambilkan dari dunia praktek / dunia nyata. Apabila dirasakan oleh masyarakat ( yaitu lewat lembaga pendididkan ) betul – betul diperlukan, maka muncullah cabang ilmu manajemen bidang khusus baru. Sekalipun lembaga perbankan sudah dikenal paling sejak puluhan abad yang lalu misalnya, cabang ilmu manajemen perbankan, kepopuleranya baru menonjol di abad ke 20 ini.
Maka dari itu, banyak hal yang mengenai contohnya : likuiditas bank, solvabilitas bank, laporan keuangan bank, analisis produk dan jasa perbankan, maslah pemasaran jasa perbankan dan lainya. Terlebih dahulu akan disajikan uraian – uraian deskriptif mengenai jenis – jenis bank dan lembaga – lembaga keuangan lainya. Ketentuan pemerintah, lingkungan bisnis perbankan Indonesia, keadaan persaingan pasar kredit dan sebagainya.
Dalam langkah pertama tersebut teori – teori dan prinsip – prinsip yang mempunyai sifat abstrak universal seperti dimaksudkan di atas, besar juga jasanya. Untuk kelengkapan data factual yang diperlukan, teori – teori dan prinsip, sepanjang digunakan secara benar. Bisa memberikan semacam panduan dan juga semacam alat pengecek kebenaran dan kelengkapan data faktual.


Sumber :
Pengantar manajemen bank umum, soedjiono reksoprajitno; penerbit Universitas Gunadarma

Mengenal Dunia Perbankan

 Bank – Bank Pertama di Dunia
Lembaga keuangan pada umumnya dan lembaga perbankan pada khususnya yang kita jumpai pada waktu sekarang merupakan hasil evolusi yang telah menelan waktu berpuluh adad. Sekalipun belum berhasil diketahui secara pasti kapan bank pertam alahir di permukaan bumi ini, namun yang jelas peninggalan lempengan – lempengan tanah liat direruntuhan bangunan – bangunan kuno di Negara Babylonia yang berasal dari tahun 2000 sebelum Masehi menunjukkan bahwa pada waktu itu telah beroprasi lembaga – lembaga keuangan yang menyerupai bank – bank tabungan. Selanjutnya dari peninggalan – peningalan lainya yang lebih muda usianya, bisa ditarik kesimpulan, bahwa pada abad ke 9 SM mereka telah menggunakan surat tanda tagihan berbentuk promes dan cek. Dalam abad ke 6 SM mereka telah menggunakan kredit hipotik – hipotik.
Sejarah perkembangan lembaga keuangan di Negara Babylonia kuno terhenti dengan runtuhnya kerajaan mereka yang sangat terkenal itu. Baru kemudian, pada jaman kebangkitan kembali / renaissance, terutama pada jamanya kota – kota dagang Venice dan Florence berkembang, kembali banyak meninggalkan benda – benda sejarah dibidang perbankan. Sebuah Bank Umum yang pertama didirikan di Venice pada tahun 1587 polanya banyak ditiru oleh bank yang didirikan di Amsterdam pada tahun 1609 dan di Hamburg pada tahun 1618. Warkat promes dan cek yang sekarang banyak digunakan merupakan warisan hasil peradaban dari masa tersebut yang telah mengalami proses- proses penyempurnaan.
Sejarah Manajemen Perbankan di Indonesia dimulainya juga sudah culup lama. Didirikanya bank sentral jaman penjajahan belanda dengan nama DE Javasche Bank pada tanggal 10 Oktober 1827, merupakan bukti bahwa manajemen perbankan di bumi nusantara ini sampai sekarang telah berkiprah lebih dari 160 tahun.

Sumber :
Loring C Farwell, ed Financial Institutoins, Edisi 4 Richard D. Irwin, Inc., Homewood, Illinois, 1966
The Origin, Concept and Growth of the Indonesian Banking System, The New Nusantara Publishing Coy., Jakarta, 1959

Sejarah Ringkas Perbankan di Indonesia

Periode l : pada jaman penjajahan belanda sampai pendudukan jepang .
Beroperasinya bank – bank milik belanda ( De Javasce Bank, De Nederlandsche Handel Maatschappij, De Nationale Handelsbank dan Escompto Bank ), Inggris ( The Chartered Bank Of India, Australia dan China, dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation ), Tionghoa ( The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank Of China, NV Bankvereeninging Oie Tiong Ham ), Jepang ( The Bank of Taiwan, The Yokohama Species Bank dan The Mitshui Bank ), dan juga pribumi ( disamping banyak Bank – bank kecil juga terdapat bank nasional Indonesia yang berdiri pada tahun 1029, Bank Desa, Lumbung Desa, dan Algemense Volkscredietbank AVB ).
Periode ll : Masa Pendudukan Jepang sampai kemerdekaan 1945.
Pada tahun pertama pendudukan jepang, kantor – kantor bank ditutup. Dan pada tanggal 20 oktober 1942 semua Bank Belanda, Inggris dan sebagian Tionghoa dilikwidasi. Kegiatan Bank dilanjutkan oleh lembaga kredit jepang yaitu Syomin Ginko. Setelah itu pemerintah jepang diindonesia mendirikan bank peredaran ( Sirkulasi ) Nanpo Kaithatsu Ginko yang berpusat diTokyo.
Periode lll : Masa kemerdekaan sampai dikeluarkannya UU Perbankan tahun 1967:
a. Pada masa RIS ( Republik Indonesia Serikat ), wilayah Indonesia terbagi dua, yaitu Wilayah Federal yang dikuasai Belanda. Diwilayah republic berdiri Bank Negara Indonesia ( BNI 1946 ), Bank Rakyat Indonesia ( BRI 1946 ) dan Bank swasta lain seperti Bank Surakarta MAI ( 1945 ), Bank Indonesia di Palembang ( 1946 ), Bank Dagang Nasional di Medan ( 1946 ), dan Indonesia Banking Corporation ( IBC ) yang kemudian menjadi Bank Amerta di Yogyakarta. Didaerah Federal terdapat NV Bank Sulawesi di Manado ( 1946 ), NV Bank Perniagaan Indonesia di Jakarta ( 1948 ), Bank Timur NV Semarang ( 1949 ), Bank Dagang Indonesia NV Banjarmasin ( !949 ) dan Banyak lainya.
b. Perkembangan selanjutnya adalah dibukanya Bank Industri Negara ( 1951 ) yang bergerak di bidang pembelanjaan pembangunan khususnya industry dan pertambangan. Pada tahun 1960 didirikan Bank Pembangunan Indonesia ( BAPINDO ), BIN melebur didalam Bapindo pada tanggal 16 Agustus 1960. Bapindo dimaksudkan sebagai pusat penghimpunan modal untuk pembiayaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana ( PNSB ). Bank Pemabangunan Daerah ( BPD ) didirikan berdasarkan Undang – undang no 13 tahun 1962.
c. Pada Masa perekonomian terpimpin, perbankan diindonesia melebur menjadi Bank Tunggal. Selain itu, Bank milik Belanda dinasionalisasi pada tahun 1958, Bank tersebut diantaranya Escomto Bank menjadi Bank Dagang Negara ( BDN ), Nederlandse Handdelsbank menjadi Bank Umum Negara ( BUNEG ), dan Nederlandsce Handelsmaatschappij menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan ( BKTN ) Exim. Dengan penetapan Presiden nomor 8,9,10,11,13 an : 17 tahun 1965 semua Bank Negara yang bersifat umum diintegrasikan menjadi bank tunggal bernama Bank Negara Indonesia. Bank yang diinteregrasikan adalah BI, BKTN, BNI, BUNEG, dan BTN. Selanjutnya BI menjadi Bank Bank Negara Indonesia Unit I, BKTN menjadi BNI Unit ll, BNI menjadi BNI Unit lll, Buneg menjadi BNI Unit lV dan BTN disebut BNI Unit V. kegiatan perbankan pada masa ini mirip dengan departemen pemerintah. Hal ini karena Bank memiliki anggaran tertentu untuk melaksanakan kegiatannya. Dan anggaran ini ditemukan oleh pemerintah.
Periode lV : Keadaan perbankan setelah 31 Desember 1967 :
a. Perode ini merupakan periode Baru ( Orde Baru ), perekonomian terpimpin diganti degan perekonomian yang lebih demokratis berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Berdasarkan UU no 13 tahun 1968 Bank Indonesia murni menjadi Bank Sentral dan melepaskan aktivitas komersialnya. Bank – bank pemerintah yang lain diatur berdasarkan UU no 14 tahun 1967. Bank – bank pemerintah ini dikembalikan menjadi Bank Umum dengan tugas khusus, yaitu BNI Unit ll menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia bergerak dibidang Ekspor dan Impor, BNI Unit lll menjadi BNI 1946 bergerak terutama di bidang Industri dan Prasarana, BNI Unit lV menjadi Bank Bumi Daya ( BBD ) bergerak dibidang perkebunan dan Kehutanan, Bank Dagang Negara ( BDN ) bergerak dibidang pertambangan, dan BRI terutama bergerak di sector pertanian ( Koperasi, Tani dan Nelayan ). Disamping Bank – bank pemerintah tersebut juga tumbuh Bank – bank swasta nasional dan swasta asing. Namun demikian pemerintah masih menentukan suku bunga, menetapkan pagu kredit dan memberikan Kredit Likuiditas Bank Indonesia untuk mendorong kegiatan Bank – bank umum pemerintah tersebut.
b. Pada Tanggal 1 Juni 1983, pemerintah melakukan deregulasi perrrbankan yang pertama, dengan deregulasi ini bank – bank umum pemerintah dibebaskan dalam menentukan suku bunga kredit deposito, pagu kredit dihapuskan, kredit likuiditas juga dihapus. Dengan deregulasi ini, bank Umum pemerintah beroprasi seperti Bank swasta.
c. Pasa tanggal 27 Oktober 1988 pemerintah mengeluarkan deregulasi perbankan yang kedua, dikenal dengan PAKTO 1988. Pakto ini diusahakan untuk mendorong kompetisi dalam dunia perbanakan, meningkatkan kegiatan di pasar modal, mendorong ekspor non migas, mobilisasi tabungan dalam negeri dan mengefektifkan kebijakan moneter pemerintah. Pemerintah memperbolehkan institusinya untuk menyimpan 50 persen dananya di Bank Swasta. Selain itu pendirian cabang bank swasta diperlunak dan Bank asing boleh membuka cabang di 6 kota besar di Indonesia. Disamping itu cadangan wajib diturunkan dari 15 persen menjadi 2 persen.
d. Kelesuan perekonomian dan kredit macet telah mempengaruhi kelanjutan kegiatan perbankan di Indonesia. Pada era 1990-an Perbankan di Indonesia menganut kebijakan hati – hati ( prudential banking ). Berbagai kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan perbankan adalah : kebijakan uang ketat ( tight money policy ) tahun 1990, Paket Januari 1991, dan paket Februari 1992.

Sumber : Dasar – dasar dan Mekanisme Perbankan, Edisi Revisi Angkasa Persada Indonesia 1987.
OP Simorangkis.

AKUNTANSI PENANAMAN DANA BANK

Penanaman dana bank meliputi penanaman dana dalam alat likuid atau kas, penanaman dana pada lembaga keuangan, penanaman dana dalam bentuk perkreditan dan penanaman dana dalam akativa tetap.

Tujuan dan apenanaman dana adalah untuk memperoleh (menciptakan) pendapatan bank melalui penciptaan aktiva produktif yang menghasilkan.

Jenis penanaman dana antara lain: remise atau pengiriman uang antar cabang dalam bentuk suatu bank, penanaman pada bank lain dalam bentuk giro, deposito berjangka , call money, deposito deposits on call, surat berharga, serta penanaman dana dalam bentuk kredit.

1.PENANAMAN DANA ALAT LIKUID ATAU KAS (KAS DAN BANK)

Dalam penanaman dana kas untuk tujuan operasional harus diperhatikan dasar kebutuhan dana rata-rata uang tunai setiap hari. Sedangkan penenaman dana kas ke bank lain harus memperhatikan syarat minimum yang harus dipelihara oleh bank (5% dari dana masyarakat yang dimiliki oleh bank), sehingga terjada likuiditasnya.

Tujuan penanaman uang kas

 Untuk kegiatan operasional
 Untuk memelihara likuiditas
 Untuk menghindari terjadinya over/underliquid
 Untuk memanfaatkan kelebihan dana
 Pendapatan

1.1 REMISE
Adalah : pengiriman uang secara fisik dari satu bank ke bank lain atau dari satu cabang ke cabang lain.

Akuntansi remise:
a. Saat pengiriman uang pisik ke cabang
D: RAK- Cabang
K: Kas

b. Saat menerima uang pisik dari cabang
D: Kas
K: RAK- Cabang

1.2. Penanaman Alat Likuit dalam Rekening Bank Lain

Akuntansi penanaman pada bank lain:
1. Saat penanaman
D: Bank lain-deposito
D: Bank lain- Call money
K: BI- Giro

Kasus: Bank Mega Jakarta membeli deposito berjangka Bank ABC sebesar Rp 200.000.000 suku bunga 24% setahun, jangka waktu 3 bulan. Selain itu Bank Mega menempatkan sebagian dananya pada bank XYZ Jakarta untuk call money sebesar Rp 400.000.000 dengan suku bunga 30% setahun, dana dapat ditarik sewaktu-waktu. Bank Mega juga juga menempatkan uangnya pada bank RST Jakarta dalam bentuk deposits on call sebesar Rp 450.000.000 suku bunga 26% setahun jangka waktu 2 bulan. Pembayaran kepada lembaga keuangan tersebut di atas dilakukan atas beban rekening giro bank Mega- Jakarta pada Bank Indonesia.

D: Bank lain – deposito berjangka Rp 200.000.000
D: Bank lain - Call money-Rekening Rp 400.000.000
D: Bank Lain – Deposits on Call-rekening Rp 450.000.000
K: Bank Indonesia – Giro Rp 1.050.000.000

2. Saat penerimaan bunga:
D: Bank lain-deposito
K: pendapatan bunga-deposito
D: Bank lain-giro- Rekening Bank ABC Rp 4.000.000
D: Bank lain-giro- Rekening Bank XYZ Rp 10.000.000
D: Bank lain-giro- Rekening Bank RST Rp 9.750.000
K: pendapatan bunga-penempatan –deposito berjangka Rp 4.000.000
K: pendapatan bunga-penempatan –Call money Rp 10.000.000
K: pendapatan bunga-penempatan –Deposits on Call Rp 9.750.000

2. SURAT BERHARGA
Penanaman uang dalam bentuk surat berharga bersifat sementara dan untuk dijual kembali saat diproyeksikan adanya keuntungan dari surat berharga tersebut

Kreteria :
 Mempunyai pasar yang dapat diperjual belikan segera
 Untuk dijual segera bila ada kebutuhan dana
 Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain

Jenis Jenis Surat Berharga
 Saham
 Wesel
 Obligasi
 Sekuritas kredit
 Surat berharga lain yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan pasar modal

Akuntansi Surat berharga :
 Pembelian

Kasus: Pada tanggal 31 Juli Bank Mega membeli selembar obligasi PT Jasa marga yang berjangka waktu 10 tahun dengan nilai nominal 10 juta pada kurs sebesar 98% dan suku bunga sebesar 15% setahun dibayarkan setiap tanggal 1 Juni dan 1 Desember.

D: Surat Berharga – Obligasi Rp 10.000.000
D: Pendapatan Bunga Obligasi Rp 250.000
K: Pendapatan Premi Obligasi Yang ditangguhkan Rp 200.000
K:Kas Rp 10.050.000

 Pembayaran bunga tanggal 1 Desember
D:Kas Rp 750.000
K:Pendapatan Bunga Obligasi Rp 750.000

Pada tanggal 31 Desember obligasi harus disajikan di neraca dan diamortisasi dari pendapatan yang ditangguhkan.

D: Pendapatan Premi Obligasi yang ditangguhkan Rp 10.000
K: Pendapatan Premi Obligasi Rp 10.000

 Penjualan

Surat berharga yang hendak dijual memiliki harga pokok yang dapat dihitung dengan metode FIFO atau metode rata (terutama apabila terdapat lebih dari satu macam surat berharga obligasi atau portfolio.

Kasus : Obligasi Jasa Marga tersebut dijual setelah 8 bulamn dimiliki atau pada tanggal 1 Maret dengan harga 101,

Pencataan untuk pengalokasian terakhir premi obligasi dengan ayat jurnal :

D: Pendapatan Premi yang ditangguhkan Rp 3.333
K: Pendapatan premi obligasi Rp 3.333

Pencatatan penjualan obligasi dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

D: Kas Rp 10.475.000
D: Pendapatan Premi Obligasi Yang ditangguhkan Rp 186.667
K: Pendapatan premi obligasi Rp 186.667
K: Surat berharga Obligasi Rp 10.000.000
K: Pendapatan Bunga Obligasi Rp 375.000
K: Keuntungan dari Penjualan surat berharga Rp 100.000

 Penilaian

Penilaian Surat Berharga Pasar Uang

Kasus: Bank Omega membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan nominal Rp 500 juta dengan suku bunga 12% setahun. Bunga SBI diterima di muka dan jangka waktu selama 2 bulan. Pembayaran dilakukan atas beban rekening giro pada Bank Indonesia.

Saat pembelian :
D: Surat berharga – SBI Rp 500.000.000
K: Pedapatan bunga SBI yang belum diamortisasi Rp 10.000.000
K: BI- Giro Rp 490.000.000


Pada akhir bulan pertama setelah pembelian SBI dilakukan pengalokasian pendapatan bunga SBI sbb:

D: Pendapatan Bunga SBI yang belum diamortisasi Rp 5.000.000
K: Pendapatan Bunga SBI Rp 5.000.000
Penyajian SBI dalam Neraca setelah akhir bulan pertama:
D: BI-Giro Rp 500.000.000
D: Pendapatan Bunga SBI yang belum diamortisasi Rp 5.000.000
K: Surat berharga –SBI Rp 500.000.000
K: Pendapatan bunga SBI Rp 5.000.000

Penilaian Terhadap surat berharga yang dimiliki dalam bentuk portfolio harus dinilai berdasarkan harga riil:
1. Sebesar harga perolehan (cost)
2. Sebesar harga terendah antara cost dan market (COMWIL).
Apabila terjadi selisih harga diakui sebagai kerugian penurunan nilai SB. dengan mengkredit perkiraan surat berharga yang bersangkutan “Penyisihan untuk penurunan nilai surat berharga”.

Kasus:
Bank Omega memiliki portfolio surat berharga sebesar harga perolehan Rp 125.000.000dan kemudian setealh dilakukan penilaian harga pasar bernilai Rp 115.000.000, maka kerugian ini akan dibukukan dengan ayat jurnal sbb:

D: Biaya Kerugian Penurunan Nilai surat berharga Rp 10.000.000
K: Penyisihan untuk Penurunan nilai surat berharga Rp 10.000.000

Sehingga nialai surat berharga setelah penurunan nilai adalah sbb:
Surat berharga Rp 125.000.000
Dikurangi: Penyisihan untuk penurunan nilai suara berharga Rp 10.000.0000
Surat berharga, bersih Rp 115.000.000

KREDIT YANG DIBERIKAN

Aktiva produktif yang sangat diandalkan oleh bank yang menghasilkan pendapatan besar adalah debitur/kredit.

Akuntansi untuk kredit ini harus dilakukan dengan cermat agar mampu memberikan informasi yang efektif kepada manajemen

• Jenis kredit yang diberikan oleh bank
a. Kredit Investasi
b. Kredit Modal Kerja
c. Kredit Profesi, dsb.

• Jangka waktu kredit:
a. Kredit jangka pendek
b. Kredit jangka panjang

•Akuntansi Kredit meliputi:

Akuntansi kredit meliputi beberapa prosedur:
a. Persetujuan dan pemberian pagu kredit
b. Penarikan cek oleh nasabah/debitur
c. Pembebanan bunga pada debitur
d. Pelunasan pokok
e. Wanprestasi pembayaran
f. Penilaian debitur pada neraca

Persetujuan Dan Pemberian Kredit

• Saat persetujuan kredit dicatat:
K: Rek.Admin rupiah-kredit yg disetujui

Kasus: Bank Omega–Jakarta telah menyetujui pemberian kredit investasi kepada PT Pizzaria sebesar Rp 250.000.000 untuk rencana expansi usaha dengan suku bunga sebesar Rp 1.500.000, biaya materai dan lainnya Rp 50.000, biaya notariat pada notary Andi sebesar Rp 5.000.000 dibebankan dan dibayar lansung oleh calon nasabah pada bank Omega-Jakarta. Oleh Bank Jakarta komitmen ini dicata:

K: Rek. Administrasi-Kredit yang telah disetujui Rp 250.000.000

Sedangkan untuk perhitungan provisi kredit dicatat:
D: Giro – debitur
K: Pendapatan provisi kredit
D: Giro-Rekening PT Pizaria Rp 6.550.000
K: Pendapatan Provisi Kredit Rp 1.500.000
K: Persediaan Formulir Berharga Rp 50.000
K Giro – Rekening Tn Andi Rp 5.000.000

b. Saat Penarikan Kredit Oleh Debitur
Setiap terjadi penarikan oleh debitur dibukukan dalam rekening efektif
D: Debitur
K: BI – Giro

Kasus : PT Pizzaria menarik selembar cek debitur yang telah disetujui sebesar Rp 35.000.000 kepada Pt MNA, kemudian cek disetorkan ke Bank Omega – Jakarta untuk keuntungan PT MNA, nasabah Bank ABC – Jakarta melalui kliring. Oleh Bank Omega Jakata dibukukan:

D: Debitur-Rekening PT Pizzaria Rp 35.000.000
K: Bank Indonesia-Giro Rp 35.000.000

Dan dicatat pada rek. Administratif :

D: Rek. Adm.rupiah – kredit yg disetujui Rp 35.000.000

c.Perhitungan Bunga Kredit
Besarnya bunga dihitung dari lamanya hari outstanding kredit .
Pengakuan pendapatan bunga dilakukan:
1. Accrual basis (saat jatuh tempo)
D: Debitur tunggakn bunga
K: Pendapatan bunga debitur

2. Cash basis (saat penerimaan): bila debitur merupakan non-performing loan:
D: Rek.Admin-tunggakan bunga debitur

Kasus:
Sampai akhir bulan PT Pizzaria tidak melakukan mutasi lagi. Maka pencatan bunganya sbb (bunga 28%/tahun) :

1. Accrual basis (saat jatuh tempo)
D: Debitur Tunggakan Bunga- Rekening PT Pizzaria Rp 816.667
K: Pendapatan Bunga Debitur Rp 816.667

2. Cash basis (saat penerimaan)
D: Rek.Admin-tunggakan bunga debitur Rp 816.667

d. Pelunasan bunga
1. Accrual basis
D: BI – Giro
K: Debitur tunggakan bunga
2. Cash basis
D: BI – Giro
K: Pendapatan bunga-debitur
3. Rekening administratif dicatat:
K: Rek.admin-debitur tunggakan bunga

Pelunasan pokok pinjaman. Pada saat pelunasan kredit dicatat:
D: Kas
K: Debitur- rek.debitur

Koletibilitas meliputi:
 Lancar(standar)
 Kurang lancar (sub-standar)
 Diragukan (doubtful)
 Macet (uncollectible)

e. Wanprestasi Nasabah Debitur
Bila terjadi wanpestasi dalam pelunasan pokok, maka pencatatnya harus dipisah kan dari debitur yang masih aktif
D: Debitur tunggakan pokok
K: Debitur – Rek. debitur

Praktek kredit yang berjalan saat ini harus membeda-bedakan berdasarkan kolektibilitasnya. Kolektibilitas terdiri dari :
1. Lancar :
bila nasabah ybs tidak pernah melakukan penunggakan (bayar tepat waktu).
2. kurang lacar :
nasabah telah menungggak pelunasan bunga atau pokok pinjaman (3. diragukan :
nasabah telah menungggak pelunasan bunga atau pokok pinjaman >dari 6 bulan)
4. macet.: diragukan :
nasabah telah tidak mampu lagi melunasi kewajibannya baik bunga ataupun pokok.

Tujuannya untuk memberikan informasi kepada manajemen dalam mengambil keputusan
g. Penilaian Debitur Pada Neraca
 Penilaian debitur pada neraca dilakukan atas dasar kolektibilitas debitur yang outstanding
 Penyisihan dibebankan ke ikhtisar laba-rugi dalam rek.Biaya penyisihan debitur diragukan

D: Biaya debitur ragu
K: Penyisihan debitur diragukan

KasusSaldo debitur Bank Omega –Jakarta sebesar Rp 20.000.000.000 terdiri dari :

Kolektibilitas I Rp 18.000.000.000
Kolektibilitas II Rp 2.000.000.000

Penyisihan debitur ragu-ragu :

Kolektibilitas I = 1% (Rp 18.000.000.000*50%) = Rp 90.000.000
Kolektibilitas II = 5% (Rp 2.000.000.000*50%) = Rp 50.000.000

Besarnya penyisihan debitur:

D: Biaya Debitur ragu Rp 140.000.000
K: Penyisihan Debitur diragukan Rp 140.000.000

Dengan demikian rekening debitur disajikan dineraca :

Debitur (pokok) Rp 20.000.000.000
Penyisihan Debitur Ragu Rp 140.000.000
Bersih Rp 19.860.000.000