Jumat, 14 Mei 2010

MANAJEMEN CADANGAN SEKUNDER

Kalau kebutuhan akan cadangan primer, baik yang berbentuk cadangan wajib maupun yang berbentuk cadangan kerja, telah seluruhnya terpenuhi, maka bank memikirkan mengenai penggunaan daan dengan prioritas kedua, yaitu cadangan sekunder.
Kalau ditinjau dari keleluasanya idalam menentukan besarnya cadangan, berbeda dengan penentuan besarnya cadangan primer dimana jumlah minimum sebagian ditetapkan berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, maka penentuan besarnya cadangan sekunder sepenuhnya merupakan wewenang dari bank sendiri untuk menentukannya. Dengan perkataan lain masalah cadangan sekunder merupakan masalah “internal” bank.
Berbeda dengan cadangan primer dimana seluruh aktiva yang tercakup sebagai cadangan primer berbentuk uang dan aktiva – aktiva tunai lainya, yang pada azasnya tidak mendatangkan pendapatan bagi bank bersangkutan, untuk cadangan sekunder disamping perlu memeiliki sifat likuiditas yang tinggi, harus pula mendatangkan pendapatan.
Sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi tuntutan likuiditas yang sekaligus diikuti dengan fungsinya sebagai penghasil pendapatan bank, maka berbagai macam instrumen kredit jangka pendek pasar uang yang tepat untuk dipergunakan sebagai cadangan sekunder.
Diantara berbagai macam surat berharga yang memiliki tingkat likuiditas p[aling tinggi ialah surat – surat berharga yang dapat digunakan oleh bank untuk memenfaatkan fasilitas Diskonto I, yaitu :
1) Setifikat Bank Indonesia ( SBI )
2) Surat berharga pasar uang ( SPBU ) yang diendors oleh bank lain
3) Obligasi atau surat berharga pasar modal ( SBPM )
Selain surat – surat berharga tersebut, ada surat – surat berharga lainya yang tingkat likuiditasnya culup tinggi juga, diantaranya adalah :
a) Surat wesel dan surat order dengan dua penanggung jawab atau lebih secara solider dan dengan masa berlaku yang tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan.
b) Surat wesel dan kertas dagang lain yang tidak masa berlakunya tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan baik yang ditarik dengan jaminan surat kredit, maupun dengan jaminan dokumen pengangkutan.
c) Kertas perbendaharaan atas beban Negara
d) Surat hutang dengan pelunasan dalam enam bulan dan lama diskontanya turut bertanggung jawab secara solider.
e) Mandat atau surat perintah membayar atas kas Negara untuk rendemen lelang
Mengenai aktiva –aktiva tersebut IKPI menyebutkan bahwa dalam hubungan tersebut perlu memperhatikan bahwa tugas usaha pokok bank ialah memberikan kredit dan jasa bidang lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, sehingga penanaman dalam bentuk surat – surat berharga hanya dilakukan dalam rangka aktivitas jual beli surat berharga dan dalam rangka penanaman dalam “secondary reserve” . untuk itu maka bank hanya diperkenenkan mendiskonto untuk kemudian melakukan endosemen atas surat – surat berharga yang mudah diuangkan, yaitu wesel yang ditarik terhadap promes yang ditandatangani oleh nasabah yang bonafit, berdasarkan transaksi yang nyata dalam dunia usaha yang tertulis dalam wesel / promes yang bersangkutan dan wesel, promes yang telah di – aval, disanggupi oleh lembaga keuangan bukan bank.
Mengenai besarnya cadangan sekunder yang cukupan, dalam artian optimal, bagi bank yang satu dengan bank yang lain tidak sama. Apa yang dianggap cukup besar bagi bank yang satu, bisa terlalu kecil bagi bank yang lain. Macam bidang bisnis dari kebanyakan nasabah turut menentukan besarnya kebutuhan cadangan sekunder. Bank yang kebanyakan nasabahnya memiliki sifat musiman baik dibidang penerimaan maupun dibidang pengeluaran, cenderung memerlukan cadangan sekunder besar.
Faktor yang dalam praktek menuntut perhatian khusus ialah faktor fluktuasi, baik fluktuasi dalam bentuk kredit maupun fluktuasi dalam bentuk dana tabungan. Macam fluktuasi yang perlu diperhatikan dalam mengukur besarnya kebutuhan cadangan sekunder bank, berturut – turut adalah : fluktuasi musiman, fluktuasi siklikal dan fluktuasi acak atau random.
Disamping itu juga pasang surutnya kegiatan dibidang usaha tertentu yang sifatnya musiman, kegiatan perekonomian mengalami pasang surut juga karena adanya gejala yang disebut gelombang konjungtur, istilah lain untuk “business cyle”. Masa pasang disebut depresi. Untuk satu kali siklus yang merupakan jarak antara berakhirnya resesi yang satu ke saat berakhirnya resesi berikutnya, memekan waktu antara 4 sampai sekitar 16 tahun. Dalam menghadapi fluktuasi siklikal ini bank harus memperhitungkan kemungkinan meningkatnya kebutuhan dana guna meningkatkan kapasitas pemberian kredit pada masa pasang dan meningkatnya kelebihan dana kredit pada masa surut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar